Jepang kembali menggelontorkan dua pinjaman untuk Indonesia dengan jumlah total hingga 90,456 miliar yen atau Rp 9,35 triliun. Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi dan Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) Abdul Kadir Jailani menandatangani dokumen mengenai dua pinjaman yen itu di Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Penandatanganan itu dilakukan menjelang pertemuan Perdana Menteri (PM) Jepang Shigeru Ishiba dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Prabowo menyambut kedatangan PM Ishiba, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/1/2025).
Dalam keterangan pers Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, pinjaman yen pertama sebesar 7,048 miliar yen untuk memperkuat kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Melalui proyek ini, pelatihan bagi pejabat pemerintahan pusat dan daerah Indonesia akan dilakukan untuk sekitar 7.240 orang dalam periode waktu tujuh tahun ke depan.
“Proyek ini sejalan dengan program pemerintahan Presiden Prabowo yang ingin menjadikan pengembangan sumber daya manusia dan pendidikan sebagai salah satu prioritasnya,” pernyataan Kedubes Jepang di Jakarta, Sabtu (11/1/2025).
Pernyataan itu menambahkan, tujuan proyek ini, untuk mengurangi kesenjangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Termasuk dukungan terhadap keanggotaan Indonesia di Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), dan berkontribusi pada pengembangan pertukaran sumber daya manusia yang berkelanjutan antara Jepang dan Indonesia.
Proyek ini juga mendukung program Indonesia menetapkan pembangunan yang merata dan ketahanan nasional dan peningkatan kapasitas ASN sebagai pilar visinya untuk tahun 2045. Yang merupakan peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (2020-2024) juga menetapkan agenda untuk pembangunan yang seimbang melalui peningkatan kapasitas ASN.
Pinjaman yang kedua adalah untuk pembangunan Pelabuhan Patimban tahap 3 sebesar 83,408 miliar yen. Proyek ini bertujuan untuk memperluas Pelabuhan Patimban, yang sebelumnya telah dibuka pada tahun 2021 sebagai pusat ekspor mobil dengan menggunakan pinjaman yen Jepang.
Setelah proyek ini selesai, diharapkan Pelabuhan Patimban yang berada di Subang, Jawa Barat, akan memiliki kapasitas ekspor mobil sebanyak 600.000 unit, yang sekitar 1,5 kali lipat dari jumlah ekspor mobil Indonesia saat ini.
“Ini juga akan mendukung kebijakan Pemerintahan Presiden Prabowo mengenai hilirisasi industri,” bunyi pernyataan itu lagi.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat dalam beberapa tahun terakhir, kapasitas tahunan Pelabuhan Tanjung Priok yang telah ada, yaitu 8,63 juta TEU (Twenty-foot Equivalent Unit), diperkirakan tidak akan dapat memenuhi permintaan peti kemas pada 2025 yang diperkirakan mencapai 10,24 juta TEU. Selain itu, ruang untuk fungsi logistik juga semakin terbatas.
Ditambah dengan kondisi kemacetan jalan di kawasan Jakarta yang kronis menjadikan akses ke Pelabuhan Tanjung Priok sebagai hambatan bagi banyak perusahaan, termasuk perusahaan Jepang yang memiliki fasilitas produksi di bagian timur Jakarta.
Proyek ini bertujuan untuk membangun pelabuhan baru di Patimban, bagian timur Jakarta, yang mencakup terminal kontainer, terminal mobil, dan fasilitas lainnya, guna memperkuat fungsi logistik di kawasan Jakarta. Proyek ini diharapkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lebih lanjut melalui peningkatan iklim investasi Indonesia.
“Proyek ini akan menerapkan Special Terms for Economic Partnership, yang mencakup teknologi konstruksi pelabuhan, reklamasi, dan perbaikan tanah,” jelas pernyataan itu.
Special Terms For Economic Partnership (STEP) mulai diterapkan pada Juli 2002 untuk mempromosikan bantuan nyata dengan citra Jepang melalui pemanfaatan teknologi dan pengetahuan Jepang yang unggul dan melalui transfer teknologi ke negara-negara berkembang.
Selain itu, proyek ini juga akan lebih mempererat hubungan antara Jepang dan Indonesia sebagai mitra strategis komprehensif, serta mendukung terwujudnya “Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka” (Free Open Indo-Pacific/FOIP) dan “Outlook ASEAN untuk Indo-Pasifik” (ASEAN Outlook on Indo-Pacific/AOIP), yang berbagi banyak prinsip dasar dengan FOIP.
Kondisi Pinjaman
(1) Proyek pertama
Suku bunga:1,45% (suku bunga tetap, 0,2% per tahun untuk porsi konsultasi)
Masa Pengembalian:25 tahun (termasuk grace periode 7 tahun)
Syarat Pengadaan:tidak terikat
(2) Proyek kedua
Suku bunga:0,3% (suku bunga tetap, 0,2% per tahun untuk porsi konsultasi)
Masa Pengembalian:40 tahun (termasuk masa tenggang 10 tahun)
Syarat Pengadaan:terikat Jepang