Nasib Driver Online, Waymo memperluas jangkauan armada taksi otomatis tanpa sopir (robotaxi) di Amerika Serikat (AS). – Kini, Philadelphia dan New York City menjadi wilayah berikutnya untuk mulai pemetaan hingga uji coba. ‘Perjalanan darat’ biasanya akan dilakukan dengan sejumlah armada yang masih dikemudikan oleh manusia dengan sistem pengemudian otomatis. Waymo akan melakukan pemetaan kota baru dengan cara ini.
Petaka Meluas, Nasib Driver Online Sudah Di Ujung Tanduk – Sementara untuk NYC, Waymo akan terlihat di Manhattan dari Central Park, The Battery, hingga beberapa bagian Downtown Brooklyn secara manual. Selain itu juga akan dilakukan pemetaan di bagian Jersey City dan Hoboken New Jersey. Meluasnya robotaxi di wilayah-wilayah AS menunjukkan bahwa masa depan kendaraan otomatis tanpa sopir sudah makin dekat. Tak cuma Waymo, Tesla dan beberapa perusahaan otomotif lain juga mengarah ke pengembangan robotaxi yang mengancam profesi driver online.
Petaka Meluas, Nasib Driver Online Di Ujung Tanduk
Di balik kenyamanan masyarakat memesan transportasi atau makanan hanya dengan satu sentuhan layar, ada realitas getir yang tengah melanda para driver online di Indonesia. Sektor yang dulu dianggap sebagai penyelamat ekonomi di tengah badai pandemi kini justru berada dalam titik nadir. Petaka demi petaka meluas, membuat nasib para driver online kian terjepit di ujung tanduk.
Realitas Pahit di Balik Layar Aplikasi
Layanan ojek dan taksi online tumbuh pesat sejak 2015. Gojek, Grab, hingga ShopeeFood menjadi solusi praktis bagi mobilitas dan konsumsi masyarakat urban. Namun, di balik kemudahan tersebut, para pengemudi menghadapi tekanan yang kian berat:
- Penghasilan tidak menentu
- Biaya operasional tinggi
- Persaingan sesama driver semakin ketat
- Perubahan algoritma dan sistem insentif yang tidak transparan
Statistik: Menurunnya Pendapatan Driver
Menurut riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada 2023, rata-rata penghasilan bersih driver online di Indonesia turun dari Rp150.000 per hari pada 2020 menjadi sekitar Rp80.000–Rp100.000 per hari pada 2023. Penurunan ini disebabkan oleh:
-
Kenaikan harga BBM
-
Penurunan tarif dasar per kilometer
-
Semakin banyaknya driver baru yang masuk pasar
-
Pemotongan insentif secara sepihak
Tarif Anjlok, Beban Operasional Naik
Salah satu isu paling krusial adalah ketimpangan antara tarif perjalanan yang rendah dengan biaya operasional yang terus membengkak. Harga bensin, biaya servis motor, cicilan kendaraan, dan bahkan sewa HP untuk bekerja adalah beban harian para driver.
“Saya narik dari jam 6 pagi sampai 10 malam, cuma bawa pulang Rp90.000. Itu pun belum dipotong bensin dan makan,” ujar Anton, driver ojek online di Jakarta Selatan.
Kenaikan BBM, Efek Domino bagi Driver
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir 2022 memberi pukulan telak. Tanpa adanya penyesuaian tarif dari platform, para driver harus menanggung selisih biaya bahan bakar sendiri. Sementara itu, sebagian besar dari mereka tidak memiliki alternatif karena bergantung penuh pada pekerjaan ini untuk menghidupi keluarga.
Sistem Insentif: Tidak Transparan dan Sering Berubah
Driver online sangat bergantung pada bonus dan insentif harian. Namun, sistem ini sering berubah tanpa pemberitahuan jelas. Misalnya, target poin yang dulunya hanya 10 order, kini bisa naik menjadi 20–25 order untuk bonus yang sama. Akibatnya, banyak driver harus bekerja lebih lama demi memenuhi target yang makin sulit tercapai.
Contoh Kasus: Manipulasi Algoritma
Banyak driver mengeluhkan bahwa sistem algoritma di aplikasi mengutamakan orderan untuk driver yang dianggap “aktif terus-menerus”, membuat mereka harus online hampir 12–15 jam per hari. Ini bukan hanya melelahkan, tapi juga rentan menyebabkan kecelakaan karena kelelahan berkendara.
Regulasi Pemerintah Masih Minim
Meski sudah menjadi tulang punggung ekonomi digital, keberadaan driver online masih diperlakukan sebagai “mitra” dan bukan pekerja formal. Artinya, mereka tidak mendapatkan jaminan seperti:
- Gaji minimum
- Tunjangan kesehatan
- Jaminan hari tua
- Hak untuk bernegosiasi secara kolektif
Pada 2022, Kementerian Perhubungan sempat mengeluarkan regulasi untuk tarif ojek online, namun implementasinya di lapangan tidak berjalan maksimal. Platform masih bebas menentukan potongan komisi dan skema bonus sesuai kebijakan internal mereka.
Aksi Protes Driver: Suara yang Sering Diabaikan
Dalam dua tahun terakhir, berbagai komunitas driver online dari Jakarta, Surabaya, hingga Makassar menggelar aksi protes. Tuntutan mereka umumnya mencakup:
- Kenaikan tarif dasar
- Transparansi sistem algoritma dan insentif
- Penghapusan suspend sepihak tanpa bukti jelas
Namun, tanggapan dari perusahaan aplikasi cenderung minim. Mayoritas protes berakhir tanpa tindak lanjut berarti. Driver kembali ke jalan karena kebutuhan ekonomi, meski tuntutan mereka belum terpenuhi.
Dampak Sosial dan Psikologis
Tekanan ekonomi yang dialami driver online berdampak langsung pada kesehatan mental dan hubungan sosial mereka. Banyak dari mereka yang mengalami:
- Stres berat karena ketidakpastian penghasilan
- Jam kerja ekstrem tanpa waktu istirahat
- Kecemasan berlebihan karena ancaman suspend
Kisah Nyata: Dilema Driver Tunggal
Siti (37), seorang ibu tunggal dan driver ojek online di Bekasi, harus bekerja 14 jam sehari untuk mencukupi kebutuhan dua anaknya. “Kalau nggak narik banyak, anak nggak bisa makan. Tapi kalau terlalu capek, saya takut sakit. Siapa yang gantiin saya cari uang?” keluhnya.
Masa Depan Driver Online: Di Persimpangan Jalan
Dengan pesatnya perkembangan teknologi seperti kendaraan otonom dan sistem pemetaan AI, pekerjaan sebagai driver bisa saja semakin tergerus di masa depan. Namun, di Indonesia, masalah yang lebih mendesak adalah keberlanjutan ekonomi para driver hari ini.
Langkah Menuju Solusi
Beberapa solusi yang bisa diupayakan bersama antara pemerintah, perusahaan aplikasi, dan komunitas driver antara lain:
- Menetapkan tarif dasar yang adil dan layak
- Membangun skema insentif yang transparan
- Memberikan perlindungan sosial dasar bagi driver
- Menghadirkan mediasi terbuka antara driver dan platform
- Mengatur batas jam kerja maksimal untuk menjaga keselamatan
Kesimpulan
Nasib driver online bukan sekadar isu sektor transportasi, melainkan cerminan dari ketimpangan ekonomi digital yang terus membesar. Mereka adalah tulang punggung ekonomi platform, namun sering kali tidak mendapatkan perlakuan yang adil.
https://completegamexperience.com/