Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bergerak cepat merespons laporan peningkatan kasus flu burung (Avian Influenza) di sejumlah negara. Kemenkes menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor PM.03.01/C/28/2025 sebagai bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran flu burung.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudhi Pramono menyatakan, Indonesia masih menjadi daerah endemis flu burung pada unggas, dengan virus jenis Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) yang terus bersirkulasi.
Meski risiko flu burung terhadap kesehatan manusia secara global masih rendah, pihaknya tetap melakukan antisipasi terhadap persoalan tersebut.
“Kita harus terus waspada terhadap potensi penyebaran flu burung. Langkah pencegahan yang dilakukan sejak dini adalah kunci untuk melindungi masyarakat,” ujar Yudhi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (9/1/2025).
Menurut dia, dalam SE yang diterbitkan, Pemerintah telah memberikan panduan strategis kepada para pihak yang menjadi tujuan surat. Di antaranya, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Bidang Kekarantinaan dan UPT Bidang Laboratorium Kesehatan.
Selain itu, tambah Yudhi, masyarakat juga diimbau berperan aktif dalam pencegahan dengan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Beberapa langkah yang disarankan untuk melindungi diri dan lingkungan sekitar, menghindari kontak langsung dengan unggas yang sakit atau mati mendadak, melaporkan kejadian tersebut ke dinas peternakan setempat, serta segera memeriksakan diri jika mengalami gejala seperti demam, batuk atau sesak napas.
“Kami yakin, dengan kerja sama yang baik antara Pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat, potensi penyebaran flu burung dapat diminimalkan. Hal itu juga akan memastikan kesehatan publik tetap terjaga,” ujar Yudhi.
Diketahui, pihak berwenang Jepang mulai memusnahkan sekitar 50 ribu ekor ayam setelah wabah flu burung merebak di sebuah peternakan di wilayah utara Iwate, Minggu (5/1/2025).
Sehari setelahnya, Senin (6/1/2025), Departemen Kesehatan Louisiana (LDH), mengumumkan kematian pertama akibat virus flu burung atau dikenal sebagai H5N1 di Amerika Serikat (AS).
Kasus itu ditemukan pada seseorang berumur di atas 65 tahun dari Louisiana yang dirawat, karena gejala pernapasan parah mulai 18 Desember 2024. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan, korban sebelumnya melakukan kontak dengan unggas sakit dan mati di belakang rumahnya.
Ahli virus dari University of Saskatchewan Kanada, Angela Rasmussen menyatakan, meski mutasi dapat membantu virus memasuki sel secara lebih mudah, perlu adanya bukti tambahan untuk mengonfirmasi adanya efek pada penularan.
“Mutasi serupa pernah ditemukan pada pasien sakit kritis lainnya, tapi tidak menyebabkan wabah yang lebih luas. (Satu kasus kematian di AS) ini belum benar-benar memberi tahu kita soal ada atau tidaknya mutasi virus,” ujarnya.
Perbincangan soal wabah flu burung yang terjadi di sejumlah negara juga mulai ramai diperbincangkan netizen.
“Nah ini baru benar. HMPV itu sudah ada dari dulu. Harusnya lebih kuatir terhadap penyebaran virus Flu Burung,” cuit akun @anton_sukisno.
“Kalau kita konsumsi telornya saja, nggak kena flu burung kan?” tanya akun @rumputtekiss.
Akun @nintesgood7832_ mengaku tidak mengkhawatirkan merebaknya Flu Burung.
“Setahu gue, dulu juga pernah ada kok kasus flu burung. Lupa di era menteri siapa. Nyatanya, nggak ada tuh penularan dari manusia ke manusia, cuma dari hewan ke hewan,” ujarnya.
Akun @handgripsfirtwlt meminta ancaman Flu Burung diinfokan juga kepada penghobi unggas, bukan hanya para peternak.
“Flu burung yang di AS itu kok bisa bikin meninggal ya? Gur parno nih. Soalnya, bokap hobi pelihara ayam bekisar. Tolong masalah ini disosialisasikan juga kepada penghobi unggas,” harapnya.